JAKARTA - Bayangkan sejenak, duduk di sebuah surau kecil di Lengayang, menikmati sore yang teduh sambil mendengar cerita-cerita dari ninik mamak. Di sanalah akar kita, Urang Lengayang, bertaut. Namun, akar ini tak hanya tertanam di tanah Lengayang, tapi juga tumbuh subur di setiap hati anggota IKWAL (Ikatan Keluarga Warga Lengayang). Menjadi bagian dari IKWAL bukan sekadar menjadi anggota organisasi, melainkan menjadi bagian dari Keluarga Besar Lengayang, yang melampaui batas geografis hingga ke pelosok negeri.
Belajar Badunsanak di Bawah Payung IKWAL
Di IKWAL, kita belajar makna badunsanak—sebuah konsep yang lebih dalam daripada sekadar memiliki hubungan darah. Badunsanak berarti berbagi hidup dengan mereka yang bisa saja sasuku (satu suku), babako (mempunyai mamak bersama), atau bahkan hanya basumando (berbesan). Perbedaan yang biasanya memisahkan orang justru menjadi perekat di antara urang Lengayang. Karena di balik semua itu, ada satu kesadaran yang terus kita bawa: kita adalah satu keluarga besar.
Baca juga:
Asal Usul Suku Kampai Minangkabau
|
Bukan hanya dalam kata-kata, tapi dalam setiap tindakan. Ketika ada yang mengalami kesulitan, IKWAL hadir untuk mencari solusi bersama. Misalnya, jika seorang anggota keluarga mengalami masalah pendidikan, ekonomi, atau kesehatan, semua akan berkumpul, berdiskusi, dan bergotong royong. Bamamak, bama’uma—peran masing-masing dalam keluarga diperkuat melalui pendekatan kekeluargaan ini.
Perbedaan sebagai Kekuatan, Bukan Pemisah
Salah satu hal yang membedakan IKWAL adalah cara mereka memandang perbedaan. Di dalam Keluarga Besar Lengayang, perbedaan pendapat atau pendapatan tak pernah menjadi alasan untuk menjauh. Sebaliknya, hal ini justru dijadikan peluang untuk belajar saling memahami. Seorang ninik mamak pernah berkata, “Kok nan ado indak samosuai, jan jadi api. Tapi jadikan bara nan memanaskan piaman.” Perbedaan bukan untuk menciptakan konflik, melainkan untuk menghangatkan kebersamaan.
Ini terbukti dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh IKWAL, mulai dari arisan keluarga, diskusi adat, hingga bantuan sosial. Semua dijalankan dengan semangat kekeluargaan, mengedepankan musyawarah, dan selalu mengingat filosofi hidup urang Minang: bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakaik.
IKWAL: Harapan di Tengah Keterbatasan
Setiap keluarga pasti punya tantangan, begitu juga Keluarga Besar Lengayang. Namun, IKWAL hadir sebagai jembatan yang menghubungkan setiap anggota keluarga dengan solusi. Keterbatasan ekonomi? IKWAL membantu dengan program usaha bersama. Kesulitan pendidikan? IKWAL sering memberikan beasiswa bagi anak-anak urang Lengayang yang berprestasi. Bahkan untuk urusan adat sekalipun, IKWAL menjadi tempat untuk mencari nasihat yang bijak dari para ninik mamak.
Ketika seorang anggota kehilangan arah, IKWAL adalah rumah tempat mereka kembali. Sebab, di sanalah semua orang dipandang setara, tanpa memandang suku, status sosial, atau latar belakang. Bagi IKWAL, tidak ada masalah yang terlalu besar jika dihadapi bersama.
IKWAL sebagai Representasi Nilai-nilai Lengayang
Menjadi anggota IKWAL berarti menjadi penjaga nilai-nilai luhur urang Lengayang. Nilai gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah selalu menjadi dasar dalam setiap langkah. Di dalam keluarga besar ini, kita tak hanya belajar cara hidup sebagai individu, tapi juga cara hidup sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas. Dalam lingkup kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional, IKWAL membawa nama Lengayang dengan penuh kebanggaan.
Cerita yang Terus Hidup
IKWAL bukan sekadar organisasi, tapi sebuah cerita yang terus hidup di hati setiap urang Lengayang. Cerita tentang kebersamaan, tentang bagaimana perbedaan tak memisahkan, dan tentang bagaimana sebuah keluarga besar tetap kokoh meskipun terpisah jarak. Melalui IKWAL, urang Lengayang belajar bahwa di mana pun mereka berada, mereka tetap bagian dari sebuah keluarga besar yang tak terpisahkan.
Menjadi Urang Lengayang melalui IKWAL adalah menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri—sebuah keluarga yang tak hanya berdiri di atas darah, tapi juga di atas kasih sayang dan kebersamaan. (Hendri Kampai)